Dini terus sibuk dengan koper kopernya.
Pagi ini dia tidak akan pergi ke sekolah seperti hari biasanya, tapi akan pergi
ke Bandung
bersama 9 temannya untuk mengikuti pertukaran pelajar. Dia terus memeriksa
dengan teliti, apakah ada yang tertinggal. 1 koper berwarna hitam berukuran
besar dan 1 koper berwarna merah kecil terus dia periksa. Sesekali dia
mengambil barang yang belum terbawa. Pukul 06.30 diapun dengan semangat
berangkat ke bandara bersama orang tuanya. Langkahnya begitu pasti, semangatnya
sangat tinggi, dan tergambar raut gembira di wajahnya. Karena itu adalah
kegiatan pertukaran pelajar pertama yang dia ikuti.
Tepat di depan pintu bandara, terlihat
rombongan dengan pakaian berwarna biru. Dini pun langsung tahu kalau itu
adalah rombongan dari sekolahnya. Dari jauh terlihat rombongan biru itu sedang
berfoto foto, dan jelas ia terlambat. Setengah berlari Dini menuju ke pintu
bandara. Terlihat 9 temannya, Pak Budi dan Bu Marni sebagai pendamping mereka.
“Maaf bu, tadi di jalan macet sekali”, ujar Dini karena keterlambatannya. “oh
ya tidak apa apa. Ayo anak anak, segera masuk, jangan sampai kita tertinggal
pesawat!”, teriak bu Marni kepada yang lain. Dini pun segera berpamitan kepada
kedua orang tuanya. “Hati hati disana ya nak”, ucap ayah Dini untuk yang
terakhir kali.
Di dalam, Dini dan rombongannya harus
melewati beberapa tahap security check. Ketika melewati tahap body detector,
semua benda yang berbahan logam termasuk handphone harus dikeluarkan dan
ditaruh di box khusus. Dini pun lolos deteksi itu. “Anak anak sebelah sini! Ayo
cepat, jangan sampai terpisah!”, teriak bu Marni. Karena terburu buru, Dini tak
sadar kalau dia salah mengambil hp dari boxnya. Handphone yang dia ambil
ternyata milik pria paruh baya yang ada di belakangnya ketika pemeriksaan.
Ketika menuju gate pesawat, tiba tiba
handphone di saku Dini berbunyi karena ada telefon. Dia kaget bukan kepalang,
karena itu bukan handphone qwerty berwarna hitam miliknya, melainkan sebuah
Blackberry Gemini berwarna hitam. Dini panik. “Farah, hpku ketuker! Gimana
nih?!” ucap Dini pada temannya, Farah. “Lho kok bisa? Ambil aja Din, lumayan
tuh Blackberry hahaha”, seloroh Farah. “jangan ngawur eeeh. Gimana nih?” “Bentar Din, aku telefon ke nomermu ya!”.
Farah pun menelfon nomer Dini, ternyata yang mengangkat seorang pria.
Pria :
“Halo”
Farah: “Halo Pak, ini handphonenya ketuker ya! “
Pria :
“oh iya! Anda dimana sekarang?”
Farah :
“Ini saya di gate 7 tolong antar kesini
ya Pak, makasih”
Pria :
“oke tunggu sebentar. Atas nama siapa
ya?”
Farah :
“Dini, Pak”
Pria :
“Oke”
Tak lama setelah itu, terdapat seorang pria
tinggi besar memakai jaket tentara masuk ke gate 7. Dia bertanya ke salah satu
teman dini yang lain, Vika “Maaf siapa yang bernama Dini?” “Oh itu pak”, jawah
Vika sambil menunjuk ke arah Dini. Ternyata dia adalah orang yang handphonenya
tertukar dengan Dini. “Maaf anda yang handphonenya tertukar dengan
saya ya?”, ucap pria itu sambil meyodorkan hp yg benar benar milik Dini. “oh
benar pak! Ini handphone anda. Maaf ya pak!”, jawab Dini sambil menyerahkan
handphone si pria. Akhirnya handphone kembali ke tangan masing masing, Dini
sangat lega. Setelah pria itu berlalu, Dini di tertawakan teman temannya. Haha
dia memang sadar, kejadian bodoh seperti ini tidak perlu terjadi sebenarnya.
****
Ini tugas cerpen kalau gak salah pas kelas 8 akhir semester II. cerpennya sih disuruh kisah nyata. jadilah itu kisah nyata =)) tapi pastinya ada perubahannya di sana-sini. Misalnya, aku waktu itu ke Bandungnya buat paduan suara, bukan pertukaran pelajar..... dan cerita aslinya lebih dodol :')))