bookbook reviewbook storebuku murahcari bukuhang outhanging outjalan semarangjalan semarang surabayapenulis bukureviewreview buku tentang kamu tere liyesurabayatentang kamutere liye
I Got Reflected by A Book :)
Beberapa hari yang lalu, saat saya pulang kampung ke
Surabaya dari tempat merantau, Jakarta, saya menyempatkan diri untuk menemani
salah satu sahabat terbaik saya, @aasmarani berburu buku untuk keperluan
akademiknya. Tempat yang kami tuju saat itu adalah Kampung Ilmu, sebuah lokasi
berisi kios-kios di Jalan Semarang yang memang terkenal akan jenis dagangannya,
yaitu buku-buku. Baik buku baru dan juga bekas. Saya senang sekali ketika akan
mengunjungi tempat yang beberapa kali memang gemar saya kunjungi selama masih
tinggal di Surabaya. Hal itu tak lain tak bukan adalah karena kecintaan saya
terhadap literatur, entah buku, novel, atau semacamnya. Meskipun, frekuensi
literasi saya sangat menurun jika dibandikan dengan beberapa tahun lalu ketika
saya masih duduk di bangku SMP dan SMA. Namun, akhir-akhir ini, saya
berkeiginan untuk lebih banyak membaca lagi, bukan karena apa, namun itu adalah
hobi dan kebutuhan. Saya dapat mencapai apa yang saya miliki sekarang, tidak
lain tidak bukan adalah karena membaca.
Saya jadi ingat, beberapa tahun lalu, saat saya mungkin masih duduk di bangku kelas 6 SD, saya dan ibu saya pergi ke Kampung Ilmu untuk membeli buku persiapan Ujuan Nasional. Setelah mendapatkan buku yang dimaksud, ibu saya menanyai saya apakah ada buku lain yang ingin dibeli. Mungkin novel. Saya yang saat itu tidak terlalu ada keinginan untuk membeli novel, melihat beberapa novel dijual di etalase kios di sebelah tempat saya berdiri. Saya tertarik pada salah satu novel yang tidak asing bagi saya karena tetraloginya memang sangat terkenal di Indonesia. Buku tersebut berjudul Maryamah Karpov, seri keempat dari tetralogi Laskar Pelangi. Yang membuat saya tertarik dari novel tersebut adalah judulnya. Entah mengapa, judulnya memiliki daya tarik tersendiri.
Singkat cerita, saya pun membeli novel tersebut dan langsung membacanya di rumah. Sebenarnya pada saat itu saya belum membaca ketiga seri Laskar Pelangi sebelumnya. Sedikit aneh memang.
Buku tersebut telah membuat saya hanyut dalam ceritanya, tersihir alur-alurnya yang sangat memikat. Tak sulit untuk menenggelamkan saya ke seri-seri Laskar Pelangi lainnya yang tentu saja, juga mampu menyihir saya.
Saya merasa bangga telah menemukan "Harta Karun" di Kampung Ilmu tersebut yang juga menyumbang secuil porsi pengetahuan diri saya saat inu. Saya rasa, momen-momen tersebut terulang lagi saat saya mengunjungi Kampung Ilmu kapan hari lalu.
Saat masuk ke kompleks pertokoan, saya sudah sangat sumringah melihat deretan kios buku di dalamnya. Setelah berkeliling beberapa toko untuk mencari buku yang Rani cari, kami pun berkeliling ke beberapa toko untuk mencari novel. Sebenarnya, ini yang saya benci dari kegiatan berbelanja. Terlalu banyak pilihan akan membuat bingung. Terutama jika tidak ada yang benar-benar menarik perhatian. Saya pun langsung bertanya ke pemilik kios tiap kali datang ke kios baru, apakah mereka menjual novel karangan Agatha Christie? Dan Brown? Dan beberapa novelis lainnya yang memang favoritku. Namun sayang, tidak ada satu pun yang menjual. Di tengah keputusasaan dan berjalan menuju pintu keluar, saya menyempatkan untuk mencoba peruntungan lagi dengan berhenti di salah satu kios yang belum saya kunjungi, dan bertanya "Buku apa yang best seller di sini?" pemilik kios menjawab, "Ini semua best seller," sambil menunjuk deretan buku di rak depan. Di sana berderet banyak novel karangan beberapa novelis lokal sepeti Tere Liye, Pramoedya Ananta Toer, dan lain-lain. Saya pun berpikir, akan sayang sekali jika pergi dari tempat ini tanpa membawa buku sama sekali. Oleh karena itu, saya bertekad untuk membeli buku minimal satu. Sudah lama saya ingin sekali membaca buku-buku Tere Liye. Karena memang setahu saya, beliau adalah penulis yang hebat. Dan aku berpikir, mungkin ini saatnya. Masalah lainnya, buku apa yang akan dibeli? Saya pun mengambil beberapa dan membaca sinopsis yang biasanya ada di sampul belakang. Susah juga untuk menentukan. Akhirnya karena terburu-buru pergi, saya secara tidak sepenuh hati memilih satu buku berjudul Tentang Kamu. Walaupun sebelumnya saya berkata tidak sepenuh hati, entah kenapa ada sesuatu dari buku tersebut yang membuat ia saya pilih dibandingkan buku-buku Tere Liye yang lainnya. Saya juga tidak sepenuhnya tahu mengapa.
Sesampainya di rumah, saya tidak langsung membaca novel tersebut dikarenakan agenda kepulangan saya yang lain yaitu lebib banyak berkumpul bersama keluarga. Sampai hari ini, hari Minggu di minggu pertama bulan Januari 2019, saya sudah bertekad dan tidak tahan untuk menenggelamkan diri pada novel (saya sudah kembali ke Jakarta). Saya pun mendedikasikan hari ini untuk me-time membaca. Cililitan, kos, sendiri. Wah, sebuah pilihan yang baik untuk recharge sebelum kembali ke rutinitas pekerjaan. Mayang, teman satu kamar saya, sedang pergi ke Bogor bersama Ayun. Saya yang pernah ditempatkan OJT di Sentul, Bogor bulan lalu, memilih untuk tidak ikut.
Baru membaca dua halaman dari novel, saya sudah tahu kalau saya akan jatuh cinta dengan novel ini. Gaya bahasanya, latarnya, dan tipe ceritanya (sebelumnya tidak banyak yang bisa diketahui dari sinopsisnya karena memang tidak tersurat). Ini membuat saya semakin semangat untuk menyelesaikan novelnya.
Baru membaca beberapa bagian novel, air mata menetes karena haru jalan ceritanya. Ini terjadi beberapa kali sampai bagian tengah dari novel. Dan benar saja, sampai di akhir cerita, it's nothing but speeches. It left me impressed. Tidak semata-mata karena plotnya, haru itu muncul karena ada beberapa poin dari novel yang relate dengan saya...
Mulai dari cita-cita untuk berkeliling dunia dengan segala keterbatasan yang ada, jenis permasalahan yang terjadi di keluarga, petualangan untuk mencapai cita-cita dan jati diri, perjuangan hidup, watak tokoh, bahkan sampai Turki..... Kombinasi poin-poin tersebut, walaupun tidak 100%, relate sekali dengan diri saya.. Saya sampai terpikir, kebetulan macam apa ini? Mengapa buku yang saya pilih dengan 'tidak sepenuh hati' di sebuah toko buku di Surabaya, ternyata sangat mirip dengan sedikit banyak cerita hidup saya? Padahal pada saat itu, ada banyak buku lain di sana, ada banyak novel Tere Liye lain yang juga biaa saya pilih. Tapi bagaimana bisa saya memilih buku ini yang detailnya pun banyak yang sama dengan potongan detail hidup saya?
Saya jadi ingat, beberapa tahun lalu, saat saya mungkin masih duduk di bangku kelas 6 SD, saya dan ibu saya pergi ke Kampung Ilmu untuk membeli buku persiapan Ujuan Nasional. Setelah mendapatkan buku yang dimaksud, ibu saya menanyai saya apakah ada buku lain yang ingin dibeli. Mungkin novel. Saya yang saat itu tidak terlalu ada keinginan untuk membeli novel, melihat beberapa novel dijual di etalase kios di sebelah tempat saya berdiri. Saya tertarik pada salah satu novel yang tidak asing bagi saya karena tetraloginya memang sangat terkenal di Indonesia. Buku tersebut berjudul Maryamah Karpov, seri keempat dari tetralogi Laskar Pelangi. Yang membuat saya tertarik dari novel tersebut adalah judulnya. Entah mengapa, judulnya memiliki daya tarik tersendiri.
Singkat cerita, saya pun membeli novel tersebut dan langsung membacanya di rumah. Sebenarnya pada saat itu saya belum membaca ketiga seri Laskar Pelangi sebelumnya. Sedikit aneh memang.
Buku tersebut telah membuat saya hanyut dalam ceritanya, tersihir alur-alurnya yang sangat memikat. Tak sulit untuk menenggelamkan saya ke seri-seri Laskar Pelangi lainnya yang tentu saja, juga mampu menyihir saya.
Saya merasa bangga telah menemukan "Harta Karun" di Kampung Ilmu tersebut yang juga menyumbang secuil porsi pengetahuan diri saya saat inu. Saya rasa, momen-momen tersebut terulang lagi saat saya mengunjungi Kampung Ilmu kapan hari lalu.
Saat masuk ke kompleks pertokoan, saya sudah sangat sumringah melihat deretan kios buku di dalamnya. Setelah berkeliling beberapa toko untuk mencari buku yang Rani cari, kami pun berkeliling ke beberapa toko untuk mencari novel. Sebenarnya, ini yang saya benci dari kegiatan berbelanja. Terlalu banyak pilihan akan membuat bingung. Terutama jika tidak ada yang benar-benar menarik perhatian. Saya pun langsung bertanya ke pemilik kios tiap kali datang ke kios baru, apakah mereka menjual novel karangan Agatha Christie? Dan Brown? Dan beberapa novelis lainnya yang memang favoritku. Namun sayang, tidak ada satu pun yang menjual. Di tengah keputusasaan dan berjalan menuju pintu keluar, saya menyempatkan untuk mencoba peruntungan lagi dengan berhenti di salah satu kios yang belum saya kunjungi, dan bertanya "Buku apa yang best seller di sini?" pemilik kios menjawab, "Ini semua best seller," sambil menunjuk deretan buku di rak depan. Di sana berderet banyak novel karangan beberapa novelis lokal sepeti Tere Liye, Pramoedya Ananta Toer, dan lain-lain. Saya pun berpikir, akan sayang sekali jika pergi dari tempat ini tanpa membawa buku sama sekali. Oleh karena itu, saya bertekad untuk membeli buku minimal satu. Sudah lama saya ingin sekali membaca buku-buku Tere Liye. Karena memang setahu saya, beliau adalah penulis yang hebat. Dan aku berpikir, mungkin ini saatnya. Masalah lainnya, buku apa yang akan dibeli? Saya pun mengambil beberapa dan membaca sinopsis yang biasanya ada di sampul belakang. Susah juga untuk menentukan. Akhirnya karena terburu-buru pergi, saya secara tidak sepenuh hati memilih satu buku berjudul Tentang Kamu. Walaupun sebelumnya saya berkata tidak sepenuh hati, entah kenapa ada sesuatu dari buku tersebut yang membuat ia saya pilih dibandingkan buku-buku Tere Liye yang lainnya. Saya juga tidak sepenuhnya tahu mengapa.
Sesampainya di rumah, saya tidak langsung membaca novel tersebut dikarenakan agenda kepulangan saya yang lain yaitu lebib banyak berkumpul bersama keluarga. Sampai hari ini, hari Minggu di minggu pertama bulan Januari 2019, saya sudah bertekad dan tidak tahan untuk menenggelamkan diri pada novel (saya sudah kembali ke Jakarta). Saya pun mendedikasikan hari ini untuk me-time membaca. Cililitan, kos, sendiri. Wah, sebuah pilihan yang baik untuk recharge sebelum kembali ke rutinitas pekerjaan. Mayang, teman satu kamar saya, sedang pergi ke Bogor bersama Ayun. Saya yang pernah ditempatkan OJT di Sentul, Bogor bulan lalu, memilih untuk tidak ikut.
Baru membaca dua halaman dari novel, saya sudah tahu kalau saya akan jatuh cinta dengan novel ini. Gaya bahasanya, latarnya, dan tipe ceritanya (sebelumnya tidak banyak yang bisa diketahui dari sinopsisnya karena memang tidak tersurat). Ini membuat saya semakin semangat untuk menyelesaikan novelnya.
Baru membaca beberapa bagian novel, air mata menetes karena haru jalan ceritanya. Ini terjadi beberapa kali sampai bagian tengah dari novel. Dan benar saja, sampai di akhir cerita, it's nothing but speeches. It left me impressed. Tidak semata-mata karena plotnya, haru itu muncul karena ada beberapa poin dari novel yang relate dengan saya...
Mulai dari cita-cita untuk berkeliling dunia dengan segala keterbatasan yang ada, jenis permasalahan yang terjadi di keluarga, petualangan untuk mencapai cita-cita dan jati diri, perjuangan hidup, watak tokoh, bahkan sampai Turki..... Kombinasi poin-poin tersebut, walaupun tidak 100%, relate sekali dengan diri saya.. Saya sampai terpikir, kebetulan macam apa ini? Mengapa buku yang saya pilih dengan 'tidak sepenuh hati' di sebuah toko buku di Surabaya, ternyata sangat mirip dengan sedikit banyak cerita hidup saya? Padahal pada saat itu, ada banyak buku lain di sana, ada banyak novel Tere Liye lain yang juga biaa saya pilih. Tapi bagaimana bisa saya memilih buku ini yang detailnya pun banyak yang sama dengan potongan detail hidup saya?
Entahlah. Mungkin ini jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya yang sering berdengun di dalam diri saya terutama setelah menyelesaikan bangku kuliah.
"Kemana kamu akan pergi?"
"Masihkah kamu masih berusaha memeluk mimpi-mimpi kamu?"
"Bagaimana kamu memulainya?"
Secara langsung maupun tidak, hal ini menimbulkan semangat baru dalam diri saya. Untuk saya yang secara sedikit demi sedikit melunturkan semangat dan prinsip "do your best wherever you are", celah kreativitas yang mulai terkikis, menjadi orang yang lebih insecure pada padangan orang lain terhadap saya, dan sebagainya.
Ini saatnya untuk kembali membulatkan tekad, menyempurnakan lagi strategi untuk mecapai visi misi kehidupan pribadi saya.
Terimakasih Sri Ningsih. Ya, memang benar. "Masa lalu, masa depan, mimpi-mimpi. Semua akan berlalu."
Amin, Bismillahirrahmanirrahim.
Jakarta, 6 Januari 2019.
0 comments